Selamat Datang!

Mencobalah untuk lebih dekat! Agar semua rasa bisa dilebur, demi meringankan jiwa yang sedang kalut!

Carilah Sesuatu Yang Hilang Itu

Google

09 Juni 2008

Tikus

- Cerpen : Sri Sugiyanto

Hari itu merupakan rapat warga dusun yang diikuti oleh semua warga tanpa terkecuali. Bahkan semua RT yang ada di dusun itu yang terdiri dari empat RT telah sepakat untuk menggiring warganya dalam rapat insiden yang harus dipecahkan yaitu tentang tikus.
Semula masalah itu hanya sebuah isu, yaitu tentang tikus-tikus yang mulai merajalela. Semula RT mendapat laporan kurang begitu serius untuk menanggapi, namun setelah beberapa warga terus mendesak, akhirnya para RT mengadakan kesepakatan diadakan pemberantasan tikus-tikus.

”Maaf saudara-saudaraku dikumpulkan pada siang hari Minggu ini, karena dalam kondisi terpaksa. Ada masalah penting sekali. Semua warga yang diundang tidak boleh izin.”

”Apa sanksinya kalau hari ini tidak datang?” tandas Kang Jadul.

”Sanksinya berat. Dan pada hari ini pula sanksi kita putuskan dengan tegas, dalam kondisi apapun.”

Suasana tiba-tiba menjadi riuh. Antara pro dan kontra dari mereka telah menjadi perbincangan yang layak, biarpun sanksi itu telah dijadikan suatu keputusan. Dan ujung pembicaraan itu telah dilontarkan pada RT mereka masing-masing sebagai ujung tombak keputusan sanksi warga dusun itu.

”Betul saudara-saudara, itu sudah menjadi keputusan yang harus kita sepakati bersama. Tetapi hari ini kami akan berembuk dulu untuk sanksi kepada mereka yang tidak datang hari ini, dan tanpa punya alasan apapun,” sela salah seorang RT sebagai bentuk langkah bijaksana untuk mengayomi warganya. Dan pendapat itu tampaknya telah disambut oleh RT-RT yang lain.

”Hal semacam itu tak perlu dirembuk, kalau sudah menjadi keputusan tak perlu ada langkah bijaksana lagi untuk mereka,” tukas Pak Braja lantang.
”Sabar Pak Braja, kami telah sepakat untuk berembuk dulu. Apa alasan warga tidak datang dalam pertemuan penting ini,” jawab salah seorang RT.

Pak Kadus menyuruh Hansip memanggil warga yang tidak datang hari ini. Namun belum saja Hansip itu berangkat dua orang yang telah menjadi pembicara datang dengan terbata-bata. Mereka itu adalah Kutut dan Langkir.

”Benarkah kami akan didenda empat sak semen kalau tidak datang pada acara ini?” tanya Kutut.

”Ya, itu sudah keputusan,” jawab Pak Kadus.

”Boleh kami bertanya?” sela Langkir.

”Silakan!” jawab Pak Kadus menunjukkan sikap keangkuhannya.

”Saudara-saudara yang baik hati, benarkah keputusan itu sudah mutlak?”

”Betul!” jawab mereka serempak.

”Saudara-saudara tahu bagaimana kehidupan ekonomi kami, bagaimana keadaan kami, bagaimana rumah kami. Dan siapa yang memberikan makan kami setiap hari? Hanya bicara masalah binatang tikus kami didenda empat sak semen. Adilkah itu?”

Semua diam, tak ada yang berani menjawab.

”Kami tidak protes, kami tidak menentang. Tetapi kami hanya ingin kebijakan Pak Kadus, semua Pak RT, dan semua sesepuh dusun. Cukup efisienkah warga empat RT dengan beramai-ramai memburu seekor tikus? Kurasa tikus-tikus itu datang karena dusun ini kumuh, kurang menjaga kebersihan. Bapak-bapak ini mayoritas orang pendidikan, sedangkan kami hanya orang-orang tak berarti, tetapi kami selalu menjaga kebersihan lingkungan,” tandas Kutut.

Wajah Pak Braja dan Bajul tampak merah padam. Memang dialah orang yang dianggap paling kaya di dusun ini. Banyak tanah-tanah pekarangan yang telah menjadi miliknya namun tak pernah perhatikan kebersihan lingkungan.

Satu persatu orang-orang mulai meninggalkan tempat itu. Tak ada yang berani mencegahnya, termasuk para RT dan Pak Kadus sekalipun, sehingga tempat itu semakin sedikit orangnya.

Kutut dan Langkir pun segera meninggalkan tempat itu setelah minta maaf dan pamit para RT dan Pak Kadus. Pemberantasan tentang tikus ditunda.
Satu pekan berikutnya warga dusun itu dikumpulkan lagi. Tak lagi membahas tentang tikus-tikus, melainkan tentang perkembangan dan pembangunan dusun secara terbuka dan harmonis. Tentang jadwal santapan rohani pun mulai dipikirkan guna membangun mental para generasi muda yang telah mulai tersentuh oleh imbas kebebasan dalam bergaul dalam era globalisasi.

Tidak ada komentar: