Selamat Datang!

Mencobalah untuk lebih dekat! Agar semua rasa bisa dilebur, demi meringankan jiwa yang sedang kalut!

Carilah Sesuatu Yang Hilang Itu

Google

29 Juni 2008

Randu

Oleh: Kusprihyanto Namma

Mula-mula aku tidak mengerti,kenapa orangorang kampung mulai gemar lagi duduk bergerombol.Di prapatan,pos ronda, lincak,buk,dan warungwarung wedang.

Sejak kedatangan Kiai Jafar, kebiasaan bergerombol seperti itu lambat laun menghilang. Mereka mulai mau mengisi langgar,tempat Kiai Jafar memberi pengajian.Mereka jadi enggan duduk bergerombol yang ujung-ujungnya membicarakan dapur orang lain. ”Itu ghibah!” terang Kiai. ”Bicara tentang yang baik-baik saja tak baik, apalagi tentang hal-hal jelek. Bisabisa jadi fitnah.

Kalau tak sanggup bicara yang bermanfaat,lebih baik diam. Itu perilaku orang-orang zuhud!” Kalau yang menyampaikan katakata itu orang pemerintahan (kepala desa, pak camat, atau bupati) tak seorang pun dari kami yang percaya.Sebab, seperti kita ketahui sendiri, para pejabat itu lain di mulut lain di hati. Bicaranya baik-baik, penuh suasana agamais.

Namun harta negara yang mestinya diperuntukkan bagi kesejahteraan rakyat diembat sendiri. Lain dengan Kiai Jafar, benarbenar pribadi unggul. Ia hanya bicara dalam pengajian dan saat menjawab orang-orang yang bertanya soal fikih. Selebihnya, diam. Beliau berilmu padi. Semakin berisi makin menunduk ke bumi.Tingkah lakunya pun sopan. Bisa menghargai kalangan muda dan kaum tua. Hukum-hukum lama tak begitu saja dilabrak dan dihabisinya.

Namun, dengan pelan-pelan ia masuki.Ia luruskan hakikatnya. Tapi kenapa kini orang-orang kampung sepertinya mau kembali pada kebiasaan lama: duduk bergerombol. Lalu, ada orang yang mbandari ndemndeman. Sepakat bukak kertu. Nonton ndangdut di desa sebelah.Untuk mencari jawaban, akhirnya aku juga ikut duduk bergerombol bersama mereka. Tentu saja, kadang nyuit-nyuiti gadis yang lewat.Peduli amat pada lakinya yang melotot. Kita toh di kampung sendiri.

”Randu itu jadi ditebang?” selidik Mitro. ”Aku sudah mengingatkan Mbok Jiyem,tapi ia tetap saja nekat!”jawab Kiyun. ”Waah,bilahi!”sungut si Mitro. ”Gak usah khawatir. Gak-gak kalau jadi!”Min mencoba menenangkan keadaan. ”Sudah lima kali ini randu itu katanya mau ditebang.Tapi begitu melihat betapa wingitnyarandu itu,orang yang mau menebang mundur sendiri!” ”Ya,aku juga cocok denganmu.

Tak usah terlalu cemas. Tidak akan ada orang yang berani nebang randu itu!” sela Jeprik. ”Apa kalian ndak ingat, randu Lik Karto yang ditebang lima tahun lalu? Lik Karto selaku penjual, mati mendadak. Matanya mendelik. Mukanya hitam. Lalu yang menebang juga mati kecelakaan!” Orang-orang yang hadir kembali mengingat-ingat kejadian yang telah silam. Memang apa yang dikatakan Jeprik pernah terjadi di kampungku.

Sejak itu tak seorang pun berani menebang pohon randunya. Konon setiap pohon randu dihuni gondoruwo. Bangsa jin yang miripmirip Gorilla.Tinggi besar. Rambutnya panjang, acak-acakan.Baunya seperti ketela bakar. Suka menggoda. Terlebih pada wanita-wanita yang sering ditinggal sendirian oleh suaminya. Biasanya si gondoruwo menjelma suami si wanita.

Lalu minta jatah biologis. Setelah si suami asli datang, barulah si wanita menyadari bahwa dirinya ditiduri gondoruwo. Untung kalau hubungan itu tidak berbuah.Kalau sampai berbuah, akan lahirlah anak yang setengah manusia setengah jin. Pernah aku mencari tahu, siapa si wanita itu.Tapi jawaban yang keluar, itu cerita turun-temurun yang mesti dipercaya.

Kejadiannya sudah sangat lama. Bahkan kakek-buyut saja tidak bisa menyebut secara pasti.Yang jelas kejadian itu pernah terjadi. Itulah budaya orang kampung,memercayai hal-hal yang tak pasti, terutama yang berhubungan dengan klenik. ”Berapa sih Mbok Jiyem minta bayar? Biar aku belinya sendiri. Tapi randu itu enggak usah ditebang!”kata Mukiran.

”Aku juga punya pikiran seperti itu.Tapi Mbok Jiyem tetap memaksa randu itu ditebang,walau tidak dibayar sama sekali.” ”Seharusnya ia jangan memikirkan dirinya sendiri.MbokJiyem harus memikirkan keselamatan kampung!” ”Masa cuma takut gentingnya kejatuhan buah randu,lalu pohon randunya yang ditebang.Itu kanketerlaluan!” ”Bagaimana kalau kita demo saja ke rumah MbokJiyem?”celetuk Bagong.

Kami yang sedang bergerombol terdiam seketika.Apa yang disampaikan Bagong bisa jadi merupakan jalan keluar terbaik.Ya,demo.Mbok Jiyem mesti tahu bahwa orang kampung tidak menghendaki penebangan pohon randunya.Apalagi diyakini di pohon randu Mbok Jiyem bersemayam raja gendoruwo. Penguasa para gondoruwo di pohon-pohon randu kampung kami.

Ketika orang-orang kampung masih tarik-ulur menetapkan hari pelaksanaan demo, mendadak sebuah truk besar membelah jalanan kampung kami. Debunya yang beterbangan ke angkasa menampar muka kami. Delapan orang yang kekar-kekar tubuhnya segera mempersiapkan semua peralatan untuk penebangan. Orang kampung seperti tersedot daya magnet.

Segera terkumpul di sekitar rumah Mbok Jiyem, tapi tak hendak melakukan demo.Begitu truk datang,pikiran demo lenyap begitu saja. ”Ruuuummmmm…..” gergaji mesin memekakkan telinga. Seseorang memanjat pohon membawa tali. Setelah mengikat erat-erat pohon randu, ia turun lagi. Cuma seorang saja yang bertugas memotong pangkal pohon randu, yang lain menarik tali agar pohon jatuh ke tempat yang aman.

Tak sampai 20 menit, pohon randu terbesar di kampung kami tumbang. Antara percaya dan tidak, kami mlongo.Ndomblong.Betapa mudahnya pohon wingit itu tumbang.Lalu di mana kesaktian sang gondoruwo. Begitu mudahnya ia menyerah tanpa memberikan perlawanan sama sekali. Sebenarnya kami berharap, begitu gergaji berhasil menebang pohon, si pohon randu itu kembali utuh seperti sedia kala.Digergaji lagi.

Utuh lagi.Atau kalaupun tumbang,itu hanya semenit saja. Lalu dengan penuh keajaiban,bangkit lagi dan berdiri seperti sedia kala. Tapi pohon randu itu benar-benar tumbang.Menampar muka kami.Memukul keyakinan kami.Mbok Jiyem sumringah wajahnya.Tukang-tukang gergaji itu seperti semut menemukan roti. Segera memotong-motong kayu randu sesuai permintaan pasar.

Mereka tampak bersemangat. Mungkin membayangkan uang yang bakal mereka kedukdari pohon yang cuma diberi harga Rp300.000 itu. Tepat menjelang magrib truk gergaji dan penumpangnya selesai mengerjakan tugas. Pohon randu yang telah berubah papan-papan tipis beralih ke truk lain yang akan mengantarnya ke para pemesan. Pohon randu yang perkasa itu telah lenyap dari mata kami. Diam-diam kami merasa kehilangan sesuatu.

Kehilangan sebuah keluarga yang telah bertahuntahun hidup bersama. ”Nisa step.Nisa step!”demikian berita yang dibawa orang kampung. Kami segera melesat menuju rumah Pak Amir, ayah Nisa. Benar Nisa step.Matanya mlilik-mlilik.Tangannya kejang.Mulutnya berbusa.Segera kami usung ke rumah sakit.

Belum selesai geger si Nisa, kampung kami digegerkan lagi dengan step-nya Ririn, anak Pak Subur.Anak Pak Wiwid yang baru berusia tiga tahun juga step. Kampung kami benar-benar gempar. Semua kerisauan dialamatkan ke Mbok Jiyem.Dialah biang keladi dari musibah kampung ini. Seandainya pohon randu itu tak ditebang,tak akan ada anak yang step beruntun.Padahal anak-anak itu tidak sakit.

Mereka sehat sehat saja.Tapi begitu pohon randu ditebang mereka keganggugondoruwo. Itulah kejadian malam hari ketika siang harinya pohon randu itu ditebang. Malam berikutnya,tak ada anak step lagi.Tapi si Parmin tiba-tiba saja jatuh terjerembab karena merasa dijegal oleh sosok tinggi besar. Slamet mesti lari tunggang langgang karena merasa dikejar makhluk tak dikenal dengan bendo di tangan. Priyadi bahkan secara meyakinkan melihat bayangan yang berdiri dengan mata merah dan rambut merah di tonggak pohon randu.

Orang-orang segera kasak-kusuk. Menggelar aneka cerita dan berita dari hasil rekaannya sendiri.Ada yang mengatakan umur MbokJiyem tinggal menunggu hari. Bahkan ada yang menyatakan tinggal beberapa jam. Begitu juga bagi tukang-tukang senso yang telah lancang menebang randu. Karena kekeramatan si pohon randu mereka pasti akan kenabilahi.Paling sial, mereka akan terserang penyakit aneh, atau bahkan mati dicekik.

Kami diam-diam tengah menanam harapan buruk,yakni menunggu musibah datang. Kami tak peduli, anakanak yang step sudah bisa bermainmain seperti biasanya. Kami juga tak peduli lagi cerita tonggak pohon randu yang semakin nganeh-nganehi. Kami benar-benar menunggu apa yang akan terjadi dengan Mbok Jiyem. Sepekan berlalu. Sebulan. Dua bulan. Tapi Mbok Jiyem tak juga kena bendu.Malah makin aktif mendatangi pengajian Kiai Jafar.

Ia juga berhasil mengajak ibu-ibu yang lain. Dengan tumbangnya pohon randu, langgar, makin hari makin ramai jamaahnya. Para bapak pun kembali mengisi saf salat jamaah. Mereka kembali mendengarkan pengajian Kiai Jafar. ”Apakah Kiai percaya adanya bangsa jin?” tanya Slamet yang tak bisa lagi menahan kepenasarannya. ”Tentu saja percaya. Bukankah jin itu termasuk makhluk ciptaan Allah?”

”Kiai percaya pohon randu Mbok Jiyem yang ditebang beberapa waktu yang lalu dihuni gondoruwo?” ”Tidak!”jawab Kiai Jafar tegas. ”Dan untuk membuktikan bahwa pohon randu itu tidak ada gondoruwonya, saya meminta Ibu Jiyem untuk menebang pohon randunya!” Mendengar pengakuan Kiai Jafar kami benar-benar kaget. Sama sekali tak menduga bahwa kengototan Mbok Jiyem ternyata atas kehendak Kiai.

”Saya menilai pohon randu itu mengganggu keimanan Bapak-Ibu sekalian. Dengan penebangan itu, saya berharap keimanan Bapak-Ibu tak lagi bercabang!” ”Nah, karena sudah terbukti tak ada peristiwa apa-apa setelah penebangan pohon randu, saya akan memberikan satu lagi tambahan pelajaran tentang iman!”lanjut Kiai Jafar. ”Besok,Ahad, kita bersihkan sendang.

Berhala-berhala yang ada di sana kita singkirkan. Dahan-dahan beringin yang sudah lapuk kita potong sekalian agar tidak membahayakan …… !” Kelanjutan ajakan Kiai Jafar tak bisa kami dengar lagi. Suaranya mendengking di telinga kanan.Adapun di telinga kiri, suara kaki dhanyang nini dhanyang melengking-lengking. Membuat kami pening. Membuat kami pening.(*)

KUSPRIHYANTO NAMMA,
Kelahiran Ngawi, 30 Oktober 1965, Alumni FKIPUniv. Sebelas Maret Surakarta, Guru Bahasa Indonesia MAN Ngawi, Pendiri Kelompok Peron FKIP-UNS Surakarta, Kini menetap di komunitas Teater Magnit Ngawi

(DIMUAT DI SEPUTAR INDONESIA, 28 JUNI 2008)

1 komentar:

Fagraia Misyantha mengatakan...

hai..
salam kenal..calon cerpenis atau novelis nih?

kenalin,sesama sastrawan(aku masih pemula) aku ima.

tolong jadi pengikutku..

http://playthewords.blogspot.com