Selamat Datang!

Mencobalah untuk lebih dekat! Agar semua rasa bisa dilebur, demi meringankan jiwa yang sedang kalut!

Carilah Sesuatu Yang Hilang Itu

Google

09 Juni 2008

Sumpah Mati Namaku Genta

OLEH: DIYAN KURNIAWATI

Warna jingga merah mengerjap memesonakanku senja ini.Tak dinyana, hatiku pun sejingga suasana yang kurasakan. Detik ini aku sangat puas.

Mungkin bagi orang lain, kejadian yang kurasakan ini biasa-biasa saja. Tapi, bagiku ”sesuatu” ini sangat berharga.AKU BARU SAJA MEMPUNYAI KTP BARU. Hmmmm, KTP baru, apa pula ini. Punya KTP baru saja sudah seperti kejatuhan bintang,mungkin begitu kata orang kalau melihat wajahku saat itu, sangat berseri-seri sambil mengantongi KTP baru yang begitu indah.

Bukan bentukan KTP yang membuatku sangat antusias menyambutnya, tapi identitas yang tertera di dalamnya. Di situ jelas-jelas tertera namaku GENTA HARTAWAN. Nama itulah yang membuatku bersemangat. Nama itulah yang membuatku berseri-seri bagai langit jingga di senja ini.Bukan seperti namaku yang kupakai sebelumnya, yang kupakai selama berpuluh- puluh tahun: Gandung,ah… tak berprestise sama sekali.

Maka itu, nasibku juga statis saja saat kupakai nama itu.Setelah berpikir sangat lama dan sendirian, aku mencoba mengubah namaku,bukannya aku tak menghormati orang tuaku yang memberi nama itu, tapi mereka toh tak akan marah kalau saat ini aku mengganti namaku karena mereka sudah meninggal sehingga aku bebas memilih. Dan,setelah lama berpikir,muncullah nama itu, supaya nasib baikku bergenta- genta di seluruh jagat.

Pada saat belum mempunyai KTP dengan nama resmi tersebut,sejak kutemukan nama itu, aku mulai menyosialisasikannya. Orang-orang yang baru kukenal di kota ini kelihatan begitu takjub saat aku memperkenalkan namaku pada mereka. ”Genta Hartawan,” kataku menyambut tangan tetangga baruku saat aku mulai memperkenalkan diri di lingkungan baru tersebut.

Orang itu takjub dan dengan muka kagum langsung berkata, ”Wah, nama Anda hebat, pantas nasib Anda juga hebat,Pak Genta.”Aku terkekeh sambil sok rendah hati,”Ah,biasa saja”.Ya,memang nama itu bukan sekedar nama tapi harapan kita, kan.”Tetangga baruku semakin kagum atas penjelasanku. Begitulah sejak saat itu semua orang memanggilku,Pak Genta.

Di rumah,di kantor, bersama rekan bisnis di lapangan golf atau saat sesekali ke kafe, semua orang memanggilku Pak Genta Hartawan.Tak ada lagi nama Gandung Haryadi seperti dulu. Nama itu hanya mengingatkanku atas semua penderitaanku. Saat kecil,aku harus melewati jalan berbatu untuk sampai di sekolahku saja. Dan, sampai di sana aku harus menjual gorengan buatan ibu di sela-sela istirahat.

Tak jarang temantemanku ada yang iseng, mengambil gorengan,tapi tak bayar. ”Ndung,bayarnya besok ya,berapa satu?”kata temanku saat itu. ”Dua ratus lima puluh,”jawabku. ”Ah,murah saja.Aku ambil lima ya, besok langsung kubayar,”katanya sok. Dan besoknya ia tak juga membayar malah mengambil lagi. Aku, Gandung, tak bisa berbuat apa-apa, aku takut, anak itu punya banyak teman yang sama-sama sok,pasti mereka akan mengeroyokku kalau aku macammacam.

Ah, pengalaman yang menyebalkan. Tapi begitulah,saat aku harus membuang KTP ku dengan nama Gandung, aku pun teringat lagi atas semua perkataan majikanku saat bekerja paruh waktu sebagai buruh di sebuah proyek pembangunan rumah elite untuk menyambung hidup dan sekolahku. ”Kamu orang tak bisa bekerja ya Ndung, ini apa?” mandor itu mencabuti patok-patok yang begitu mudah dicabutnya.

Seharusnya patok itu kuat. Maklum, saat itu aku belum terbiasa menjadi buruh. ”Kalau tidak bisa kerja di sini, keluar saja kau,”katanya sombong.Aku masih ingat,dia berkata sambil menatapku dengan sangat sinis. ”Saya akan kerja lebih baik, Pak, saya janji,”kataku meyakinkannya. ”Nah,begitu,bagus.Aku suka anak muda yang bersemangat,” katanya lagi sambil segera berlalu dengan nada kemenangan karena berhasil menekanku.

Ya, tak ada pilihan lain waktu itu,aku butuh uang,hanya itu yang kubutuhkan saat itu, lain tidak. Saat itu aku hanya menyimpan dendam untuk suatu saat tak mau diperlakukan seperti ini.Belum lagi,sampai di rumah, pemilik rumah kontrakan terus-menerus menagih uang kontrakan tanpa berperikemanusiaan. ”Ndung, kapan kamu lunasi kontrakan ini, sudah dua bulan, keluar saja kalau tak bisa bayar.Banyak yang antre mau kontrak rumah ini selain kamu.

Jangan bikin susah orang, Ndung,” katanya lagi.Aku tertunduk, lalu kuserahkan semua hasil jerih payahku beberapa hari, tak bersisa, tanpa berkata apa-apa padanya.Tibatiba muka orang itu seketika menjadi berseri-seri, mirip anak kecil yang menemukan mainannya. ”Nah, begini kan enak Ndung. Besok-besok jangan nunggaklagi,ya,” ia pun segera berlalu sambil menggenggam uangku.

Begitulah, semua kepahitanku setelah kupikir-pikir karena namaku, aku mencoba mencari alternatif nama. Dan,ternyata nama Genta Hartawan sangat cocok buatku. Berawal dari nama itu, aku diterima sebagai salesman pada sebuah perusahaan yang menghasilkan barang-barang luks,tak berapa lama karena prestasiku memuaskan aku diangkat menjadi supervisor para sales, dan tak sampai dalam hitungan lima tahun, aku menjadi marketing manager leader dalam sebuah perusahaan kelas atas itu, dengan fasilitas mobil dan rumah di perumahan elite dari perusahaan.

Dan itu semua adalah… karena namaku.Aku terkekeh mengenang perjalanan hidupku. Ambisiku adalah menjadi orang kedua setelah direktur utama. ”Pak Genta, rapat dengan para manager marketing akan segera dimulai,” kata sekretarisku. ”Oh, ya, jam berapa ini?” aku sok berlagak lupa, suatu hal yang layak bagi orang sibuk macam aku.

”Ya, bolehlah dimulai sekarang,” sahutku. Maka berkumpullah semua manajer di perusahaanku.Mereka melaporkan keadaan hasil penjualan dan prospek ke depan di wilayah masingmasing. Lalu,tibalah seorang manajer muda melaporkan keadaan hasil penjualan di daerahnya. ”Meski lumayan hasil penjualan di wilayah saya, kompetitor sangat banyak dan saya kira mereka juga patut kita perhitungkan,” kata manajer muda itu.

Kuambil catatan atas hasil penjualan di daerahnya lalu, ”Lumayan menurut Anda belum tentu lumayan bagi perusahaan ini, Saudara Handi. Prospek di daerah Anda cukup besar. Kompetitor sangat banyak, tapi seberapa besar perusahaan mereka,mereka hanya perusahaan-perusahaan kecil, seharusnya Anda tahu cara mengatasi supaya mereka tak bertingkah,” sahutku sangat realistis.

”Maksud Pak Genta,saya harus ”bekerja sama” dengan mereka supaya mereka tak usah bersaing dengan kita dalam proyek-proyek besar yang ada?” jawabannya membuatku tersenyum. ”Ternyata Anda cukup pintar. Ya, bagian mereka adalah proyek-proyek kecil sesuai dengan kapasitas mereka. Yang besar-besar adalah bagian kita. Anda harus bisa memberi pengertian pada mereka. Dengan sedikit ”pengganti” jerih payah mereka bolehlah,” kataku sambil menjentikkan jari memaknai kata ”pengganti”itu. Tiba-tiba manajer muda itu berdiri.

”Maaf Pak Genta, bukan berarti saya akan melaksanakan perintah Pak Genta meski saya tahu cara itu paling praktis dalam dunia perbisnisan.Tapi produk mereka sangat bagus, Pak. Tidak kalah dengan produk kita.Saya kira kita harus bersaing secara sehat,” katanya lagi. Mendengar perkataannya, tibatiba tensi darahku mendadak tinggi.

Selama bertahun-tahun, setelah memakai nama Genta Hartawan, belum pernah seseorang membantah sebegitu dahsyatnya perkataanku, tapi manajer muda itu…….. ”Saudara Handi, Anda bekerja untuk perusahaan ini bukan? Jadi apa pun harus Anda lakukan supaya kita punya untung besar.Anda sendiri juga nanti yang akan menikmati hasilnya,” kataku berapi-api.

”Tapi tidak dengan cara-cara yang tidak sehat seperti itu, Pak Genta,” katanya lagi. ”Tapi itu lazim dalam dunia bisnis, Saudara Handi!” jawabku tak kalah sengit. ”Lazim tapi tidak sehat, Pak,” ia masih saja bisa menjawab. ”Berarti Anda sudah tidak sejalan dengan saya,…….berarti…..” ”Berarti perusahaan ini juga sudah tak sejalan dengan saya, berarti saya harus keluar dari sini kan,Pak.Semoga perusahaan ini menjadi lebih sehat, Pak Genta.

Selamat siang,…….” ia berkata dengan entengnya memotong perkataanku. Kurang ajar!!! Aku sebenarnya memang mau memecatnya, tapi ternyata ia mendahului perkataanku…..Benarbenar manajer muda yang tak tahu diri.Semua manajer kaget ternganga melihat perdebatan sengitku berakhir seperti ini. ”Silakan Anda keluar.Banyak yang akan menggantikan posisi Anda!!” teriakku dengan emosi.Para manajer lain hanya geleng-geleng kepala.

”Tenang,Pak Genta, tenang,” kata mereka saat melihatku emosional. ????? Beberapa hari setelah kejadian itu, direktur memanggilku.Ternyata aku ditegur akibat keemosionalanku,bahkan aku telah memecat tanpa persetujuan dia. ”Handi itu manajer yang paling prospektif,Pak Genta.Anda ceroboh telah memecatnya. Ia benar,kita harus menjadi perusahaan yang sehat,”kata direkturku.

Aku ternganga, seingatku Genta Hartawan belum pernah dipersalahkan seperti ini. Biasanya direkturku menerima segala usulku, tapi sekarang… Aku tertunduk… ”Saudara masih ingin menjadi marketing manager leader di sini kan?” tanyanya lagi.Aku hanya mengangguk. ”Panggil lagi Saudara Handi. Saya yakin dia orang yang sangat profesional,” perintahnya membuatku kaget.

Memanggil orang yang baru saja kita pecat? Ah, …. dan aku harus minta maaf padanya karena telah memecatnya? Pandanganku parau. Betapa susah melaksanakan perintah ini.Aku tak bisa. Aku, Genta Hartawan, tak bisa diperlakukan begini, apalagi harus minta maaf pada manajer muda itu.Bagaimana pun aku adalah atasannya, mana ada atasan yang minta maaf pada bawahannya. Ada juga sebaliknya.

Aku sudah membayangkan pasti muka manajer muda itu akan berseri penuh kemenangan saat aku memanggilnya kembali untuk bergabung di perusahaan ini. Dan, aku, Genta Hartawan, tak sanggup!!!! Untuk menenangkan diri, aku segera beranjak pulang.Ketika turun dari mobil,seorang tetangga memanggilku, ”Pak Gandung, lama tak bertemu, ke mana saja?” Dari arah lain, seorang tetangga lain mendekatiku, ”Iya, Pak Gandung, ke mana saja?” Aku ternganga, mengapa mereka memanggilku Gandung lagi? Dan dari mana mereka tahu dahulunya aku bernama Gandung? Bukankah yang mereka tahu aku bernama Genta Hartawan? Tiba-tiba dari arah lain lagi berombongan orang memanggilmanggil aku, ”Pak Gandung, sekalikali gabung kita main tenis dong!”Aku pusing mendengar nama Gandung terus-terusan disebut.

Kucari KTP baru di dompetku. Aku ingin mengingatkan mereka dengan memperlihatkan KTP ku bahwa namaku Genta Hartawan bukan Gandung. Tapi,astaga!!!.… aku mengeja nama yang ada di KTP baruku,di situ tertera GANDUNG!!! Dan ….tak berapa lama badanku terasa lemas, mataku dipenuhi kegelapan.... Kudengar s”Pak Gandung pingsan, cepat bawa masuk ke dalam rumah!!!”Rasanya… aku tak ingin berdiri lagi.(*)

Cerpenis bekerja di Kantor Bahasa Kaltim dan sekarang sedang melanjutkan studi di Universitas Indonesia, Depok.

(TERBIT DI SEPUTAR INDONESIA, 7 JUNI 2008)

Tidak ada komentar: