DI UFUK UTARA
Sarang matamu yang memiliki lendir-lendir kekejaman
Memikat semua harta bunga dari kahang tanganmu
Memanggul dari langit badan ke dalam saku tangan
Matamu yang memiliki lendir tak bernyali ke belakang
di pesisir ufuk utara sedauh ruku ajal menunggu
menanti gumpalan kelam matamu.
meski benteng emas mengelilingi tubuhmu
ksatria bercula bisa melelehkannya
menyatukan bersama tanah makam
ditemani seuntai kantil sebagai perhiasan terakhir
kandangpadati Desember 2007
DI PANTAI
Di cerutan matahari sore kelam
mulut-mulut zina menemaniku berpanorama
diiringi perkelahian ombak dengan pasir
dalam secelah cangkangnya siput menyaksikan malu-malu
angin pun ikut serta menyusup dari reranting bakau
menusuk-nusuk lubang kepiting dijejak kaki pantai
menghiasi perisai dalam pesisir langit
mata teriris terbunuh tertikam dipantai tempat umat bercermin
kaki dan tubuh takkan tertapak lagi dihayati ceritamu
kandangpdati 2007
DI SETAPAK JALAN KERIKIL
kita bertemu bersama jatuhnya angkasa
disitu bulan berkhianat pada lorong-lorong malam
membuat jiwa khilaf karena disanding gelap
setapak jalan kerikil menggelitik kabut jiwa
seperti pesta dua napas menderu dalam taman malam
dimana kunang tak lagi berlalulalang mengitari jalan
rerumputan merunduk memandang permainan jalang
kerikil menusuk dalam napas riang
embun pagi yang tak diundang terhempas untuk menjelang
kita berpisah ketika angkasa terbang
disitu matahari bernazar menerangi jalan tuk pulang
sampai ujung setapak jalan kerikil.
kandangpadati, Desember 2007
BUNDA
adalah penuntun dari remang lampu kota ke bening rembulan
tersesat dalam gumpalan kabut terbawa ke asap purba
di tanah yang terus terinjak engkau tak sabar menataku
terdapat jalan penuh air hitam kau basuh dengan sehelai selendang embun
menghiasi tubuhku dalam percikan kasih sayang sejagad raya
tahun ini yang dihiasi berjuta kembang udara
kumimpikan kapan kecilnya diriku
angin lembut yang tak menyakiti
air yang selalu turut perkataan hulu dan hilir
kandangpadati, 2008
KABUT SUTRA
Kabut sutra, hadirmu menyelimuti tubuhku
mengikutsertakan hiasan guanin-guanin dari artik
seakan menaungi sejenak kadipaten-kadipaten kahang
dirimu selembut sutra dah indahnya dijadikan sari
sarinya membuat alam bersijundai
pencubit kulit ari telah terawang-awang terpampang tegang
seketika jejak-jejak sutramu melambai lari sembunyi
kutemui sejejak dirimu berjuntai-juntai di udara
tapi dia tak bernazar kapan akan kembali
Kadangpadati, 2007
PION
Aku selalu berjalan selangkah demi selangkah
diatas jalan hitam dan putih
berdiri didepan mengawal kerajaan siaga dengan kematian
aku melangkah bukan untuk menjadi paria yang menerima bingkisan hina dina
seharusnya diriku yang pantas mendapatkan penghargaan ksatria
bukan mereka yang berdiri mati suri sebagai karib si topi salib tapi diselangkah yang putih diriku sudah mati
Padang, 2007
05 April 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar