Selamat Datang!

Mencobalah untuk lebih dekat! Agar semua rasa bisa dilebur, demi meringankan jiwa yang sedang kalut!

Carilah Sesuatu Yang Hilang Itu

Google

06 April 2008

Hikayat Racun Peranggi

Oleh Azhari

DAHULU kala, entah ada entah tiada, waktu segala binatang belum mempunyai kulit, bulu dan cangkang, waktu kisah tentang nabi belum diawali dan diakhiri, hiduplah seekor kura-kura jantan yang sangat cendekia, sehingga ia dijadikan tempat bertanya sekalian makhluk di dunia.

Sampai pada suatu malam meledaklah langit nun jauh di sana karena terlanggar sebuah larangan. Langit terbelah dan jatuhlah Buah Kebahagiaan.

Pada malam yang terang benderang bagaikan siang itulah serentak seluruh binatang berdoa memohon perlindungan dan ampunan pada Yang Mahakuasa. Sejak itu, kata yang punya cerita, maka bulu, kulit, dan cangkang yang membungkus tubuh sekalian binatang.

Adapun perihal terbelahnya langit dan jatuhnya Buah Kebahagiaan ke dunia fana ini hanya diketahui oleh kura-kura cendekia belaka. Ia juga tahu, andai ia kejar Buah Kebahagiaan maka pengetahuannya bakal menyusut sebanyak jumlah ia melangkah. Semakin jauh ia mencari, semakin banyaklah pengetahuannya yang hilang.

Tapi tak ada yang mampu menolak godaan Buah Kebahagiaan. Kura-kura cendekia telah berhitung, bahwa jumlah pengetahuan yang ia punya sama dengan sembilan kali ia mengelilingi bumi. Dan kura-kura yakin bahwa jika Buah Kebahagiaan ia temukan dalam dua kali putaran, sisa pengetahuan yang ia miliki tetap tak akan menggoyahkannya sebagai makhluk paling cendekia di dunia ini.

Karena Buah Kebahagiaan tak jatuh di bawah cangkangnya maka berkelanalah kura-kura ke seluruh penjuru dunia untuk menemukannya. Apabila sesat di jalan, sukalah kura-kura kita bertanya pada pohon kayu pertama yang dijumpainya, di dahan bagian manakah engkau simpan Buah Kebahagiaan itu wahai Pohon Kayu budiman? Dan si pohon menjawab, wahai Kura-kura kelana, begitu engkau tiba, Yang Mahakuasa segera memindahkan Buah Kebahagiaan ke dahan pohon zaitun kerabatku yang terletak di negeri Saba', sebab buah itu akan Ia titipkan kepada seseorang yang anak keturunannya kelak memenuhi isi dunia.

Telah lebih dari sembilan kali putaran kura-kura kelana mencari Buah Kebahagiaan. Bahkan telah ia tanyakan ratusan kali hal yang sama pada pohon kayu yang sama hingga tumbuh janggut di dagunya, tanpa pernah ia ketahui bahwa pada suatu masa Yang Mahakuasa telah memberikan Buah Kebahagiaan kepada orang yang benar.

SEBELUM Taman Kenikmatan berdiri, cerita Kura-kura Berjanggut bisa membuat ia yang kelak menjadi Sultan kami, tepatnya Sultan Lamuri, tergelak dan mengucurkan air mata kebahagiaan. Biasanya segera selepas aku menceritakan kisah itu dengan sigap ia menyambar, "Kura-kura yang malang, karena engkau sungguh lamban, jangan salahkan jika Lim Kam si tabib Cina begitu mudah menangkapmu guna disuling menjadi minyak usap yang mahal harganya namun mujarab tiada terkira. Itu semua demi hidupnya kejantanan ini, demi kenikmatan kekasih-kekasih kami, Buah Kebahagiaan yang kini masih kaucari-cari."

Pada kesempatan itu tak lupa kami mencela Barang Sigasoe, bekas orang kasim, sultan yang hendak ia gulingkan, yang tak dapat lagi merasakan kehangatan usapan minyak bulus atau membuat selir-selirnya mencengkeram tungkai ranjang.

Cerita Kura-kura Berjanggut kemudian ia pilih sebagai sandi untuk menggulingkan Barang Sigasoe. Cerita itu aku ulangi sekali lagi, menjelang aku dibuang ke tanah taklukan, setelah lama kami lupakan cerita itu, untuk mengingatkannya akan mara yang tak kelihatan, yang akan segera muncul dari Taman Kenikmatan.

AKHIRNYA di tanah buangan, melalui cerita yang dijual kafilah kapal pengangkut tanah cempaga yang menuju Narathiwat--di mana penyakit kulit lebih terkutuk daripada sultan yang lalim--kuketahui bahwa Sultan Lamuri telah wafat (semoga Tuhan meluaskan kuburnya).

Awak kapal angkut itu tahu benar tak ada yang lebih penting bagi orang-orang lemah di negeri-negeri taklukan kecuali menunggu kematian Sultan Lamuri, dan mereka berharap kabar kematian itu akan dibawa kafilah asing ke negeri mereka.

Nakhoda dan awak kapal angkut sengaja memperlambat ketibaan mereka di Narathiwat dengan terlebih dahulu menyinggahi semua bandar negeri-negeri taklukan guna menjual cerita mengenai kematian Sultan Lamuri. (Semoga orang Narathiwat yang sedang menanggung buduk di tubuh mereka kelak membakar kapal itu begitu tiba di sana karena telah menunda-nunda membawakan mereka obat penyembuh).

Sekalipun begitu rinci para awak kapal pengangkut tanah cempaga menceritakan kematian Sultan Lamuri, seolah-olah mereka itu berada di samping Sultan saat ia melawan ajalnya, sesungguhnya tak ada seorang pun di dunia ini yang lebih tahu daripada aku bagaimana Sama La'in telah menggunakan racun kebahagiaan untuk membunuh Sultan kami perlahan-lahan.

RACUN itu datang dari tanah taklukan, dari bandar tempat kapal angkut tanah cempaga menjual cerita kematian sultan, tanah pengasingan yang baru saja aku tinggalkan.

Jika tidak ada campur tangan Sama La'in, kisah kematian Sultan kami mungkin akan lebih mirip dengan kisah yang kerap dikhayalkan para penulis kitab hikmah tentang bagaimana jenazah bangkit dari liang lahatnya dan membalas kematiannya di dunia ini.

Karena ketakutan yang teramat besar--barangkali sebesar dosa yang dia perbuat di hadapan Yang Mahakuasa--begitu mendengar kabar Raja Asahan bertekuk lutut begitu mendengar suara letusan meriam kapal perang kami jauh di lautan, diikuti dengan jatuhnya satu per satu bandar-bandar di sekitar Tanah Semenanjung tak lama kemudian, penguasa Samari berpikir bahwa cepat atau lambat Sultan Lamuri tentu akan menuju ke bandarnya.

Tapi sungguh malang si penguasa Samari. Tak ada satu pun bijak bestari di bandarnya yang dapat memberikan dia nasihat bagaimana menyelamatkan diri dari serbuan Sultan Lamuri. Mereka cuma memberi saran agar ia berserah diri kepada Tuhan sambil menyiapkan rencana balas dendam. Akhirnya, dengan berat hati ia menyetujui satu usulan yang menurut dia paling bijak dari sekian banyak nasihat.

Usul itu datang dari Sama La'in, saudagar budak dari Tulawie, orang yang biasa menyediakan perempuan penghibur untuk tamu istana dan kerap juga melayani kebutuhan serdadu Peranggi di Malaka.

"Tuanku, ada satu rahasia yang sahaya simpan selama ini. Rahasia yang membuat sahaya terus-menerus beroleh keuntungan yang berlipat ganda. Rahasia ini sahaya sebut penyakit Peranggi. Tuanku, penyakit ini mencederai orang kulit putih pada bagian kelaminnya dan, melalui hubungan badan, dapat menulari kelamin lawan jenisnya."

Rahasia penyakit Peranggi ini nyaris membuat si penguasa Samari kehilangan kesabarannya sekaligus menambah-nambah kepanikannya. Tebersit keinginan untuk mengusir saja si orang Tulawie dari hadapannya. Namun, Samari mencoba menahan diri sebab dia tahu Sama La'in kerap mempunyai rencana yang tiada terduga.

"Jadi usul sahaya, angkatlah beberapa perempuan jelita sebagai anak. Sahaya akan pilihkan beberapa perempuan rupawan dengan keahlian bercinta tiada tanding dengan penyakit Peranggi di kelamin mereka. Itulah perangkap apabila Sultan Lamuri kelak benar-benar menyerang bandar kita dan bala tentara kita tak kuasa melawannya. Usul menyangkut penyakit Peranggi sahaya kira tentu tidak akan ada gunanya jika kita tidak mempertimbangkan pula kebiasaan Sultan Lamuri mengambil perempuan-perempuan jelita untuk mengisi tamannya setiap ia habis merebut bandar-bandar merdeka. Kita beri Sultan takabur itu racun Peranggi yang akan bekerja perlahan-lahan hingga merenggut ajalnya," demikian Sama La'in menutup nasihatnya.

Sama La'in, yang kini menjadi sultan baru Lamuri, tidak hanya memberikan nasihat kepada penguasa yang lemah itu, namun juga memanfaatkan ketakutannya. Dia nasihati pula agar Samari tak hanya bersandar pada kelamin perempuan, namun juga membantu kaum Peranggi di Pintu Neraka, yang saat itu sedang payah terkepung armada perang kami yang gemilang.

MAKA terjadilah apa yang sudah menjadi takdir Yang Mahatinggi. Apabila tidak datang bala bantuan dari Samari pada saat itu, barangkali kami sudah mengubur riwayat Pintu Neraka. Tak akan pula Sultan mengirimkan bala tentara dalam jumlah besar andai ia tak mendengar usul Sama La'in.

Tak lama sebelum Samari mengikat janji dengan Peranggi dan mengirimkan bantuannya untuk mencegat kapal perang kami di kuala masuk Pintu Neraka, Sama La'in meninggalkan rumah bordilnya dan bersimpuh di hadapan Sultan Lamuri. Kepada Sultan kami dia sampaikan seluruh rencana Samari yang hendak mengirim bala tentaranya untuk menghadapi armada perang kami di Pintu Neraka.

Bukan karena aku, Si Ujud, orang tempat Sultan meminta pendapat, sedang berada di tengah lautan sehingga ia tak langsung percaya pada mulut seorang majikan para pelacur. Memang demikianlah watak Sultan kami dalam menjaga kemuliaannya dari segala hasutan.

Bukan karena kekalahannya di Pintu Neraka yang membuat Sultan kami murka dan meratap memanggil Tuhan, tapi karena ia lihat bagaimana tiba-tiba saja bagai tikus tanah tak kurang dari seribu pasukan tak dikenal muncul dan menyergap pasukan kami yang sedang memanjat dinding benteng Famosa. Pada saat yang bersamaan hampir tiga ratus jung dengan meriam di jungur menghanguskan kapal-kapal perang kami yang ditinggalkan pasukan.

PADA tahun kekalahan kami yang di luar dugaan itu aku melihat kehancuran sudah begitu dekat dengan Sultan. Jika Sultan Iskandar Dhulqarnain tak datang pada saat yang tepat ke dalam mimpinya, barangkali Sultan kami telah menguburkan impiannya untuk menguasai Malaka maupun membalas kelancangan sekutu Peranggi penyebab kekalahan.

Begitu bangkit dari kehancurannya, Sultan mengambil hikmah dari kegagalannya merebut Malaka: bahwa bandar-bandar di sepanjang pantai timur sekaligus di teluk-teluk kecil di tanah semenanjung haruslah dilihat sebagai ancaman yang nyata walau pun hanya ada sepuluh kapal perang pada setiap galangan mereka.

Demi tegaknya kembali impian Sultan, aku mengabaikan keahlianku dalam ilmu firasat, ilmu yang membuat aku mudah memindai nafsu dan keinginan orang hanya dengan melihat kerut di wajah, gerak bibir, ataupun cara berjalannya.

Mestinya aku sudah melihat apa yang diinginkan orang Tulawie itu sejak pertama sekali Sultan memperkenalkannya padaku sebagai Utusan yang Tidak Kita Indahkan Keterangannya.

Tidak untuk yang pertama dan tidak akan pernah untuk selama-lamanya.

DUA tahun setelah kekalahan di Malaka, kami telah menempatkan gubernur-gubernur kami yang tepercaya di tanah taklukan. Tak lupa Sultan mengirim sejumlah mufti untuk mendampingi para wakil sultan itu, sebab, menurut Sultan, di samping Peranggi, para penguasa bandar yang ingkar iman adalah musuh yang tak kalah nistanya.

Dan harus kuakui bahwa Sama La'in mempunyai peranan besar dalam setiap penaklukan itu. Kehadiran Sama La'in di tengah-tengah kami telah membuat impian Sultan terlaksana lebih segera. Bukan hanya itu, kecermatan telaah dan hitungan Sama La'in membuat kami menderita kerugian lebih sedikit daripada penaklukan-penaklukan sebelumnya. Terhadap keberhasilan ini Sultan menjuluki Sama La'in sebagai Karunia Lamuri. Dan Sama La'in menyambut sebutan Sultan ini dengan mengatakan bahwa kedatangannya ke Lamuri sejak awal memang guna memerangi kafir kulit putih yang telah membinasakan kaum kerabatnya di Sulu dan bahwa dia ternyata telah memilih tempat dan orang yang pantas.

Jadi semakin tipislah kemungkinan bagiku untuk menyelia siapa sesungguhnya Karunia Lamuri.

SAMPAI pada suatu hari di bulan Ramadan aku terlibat perdebatan sengit dengan Sama La'in mengenai kapan kami harus menghancurkan penguasa bandar yang telah membakar kapal-kapal kami di Malaka tiga tahun silam.

Aku katakan pada Sultan, bahwa waktu yang tepat adalah akhir bulan Syawal, waktu yang tak meleset menurut hisab. Tapi Sama La'in menyanggah dengan mengatakan termasuklah kita di antara orang-orang yang kufur apabila menunda-nunda suatu peperangan sementara kemenangan sejelas matahari yang terbit esok hari.

Sama La'in meyakinkan Sultan bahwa aku menyaksikan dengan jelas apa yang seharusnya sudah kulihat beberapa tahun sebelumnya. Tapi aku tahu bahwa gerak bibir, kerut dahi dan ayunan tangan adalah pertanda dari orang yang mempunyai nafsu yang keji. Apa yang aku lihat telah menghilangkan kecerdasanku untuk menyanggah isi perdebatan.

Pada akhir tahun itu, selain membawa kemenangan, Taman Kenikmatan juga penuh dengan penghuni baru. Dan Sultan, begitu tiba di Lamuri dari penaklukan, selalu mengganti isi taman maupun penjaga taman.

PADA suatu hari, tak lama setelah penguasa Samari binasa, ketika kami sedang menyiapkan penyerangan besar-besaran atas benteng Famosa, Sultan memanggilku untuk membicarakan perihal Taman Kenikmatan.

"Ujud, panglimaku, lama di lautan membuat kita akrab dengan kecurigaan. Aku harus terus-menerus mengganti penghuni sekaligus penjaga taman. Apakah engkau dapat menemukan seseorang yang bisa kupegang amanatnya saat aku jauh dalam peperangan sehingga hatiku selalu tenteram?"

Aku tahu bahwa sindiran itu ditujukan kepadaku. Sultan tentu lebih menyukai sepuluh orang panglima dungu yang sepakat kapan saat yang tepat untuk menyerang lawan daripada mempunyai dua panglima cendekia namun kerap berselisih paham.

Itu sebabnya kemudian aku memutuskan untuk menjaga Taman Kenikmatan, agar firasatku tidak mengganggu impian Sultan. Kini bukankah telah ia temukan seseorang yang dapat menggantikanku di lautan?

Keputusan inilah yang membuat aku dirundung sesal sepanjang hayat dan sungguh itu tak akan tuntas sebelum aku membinasakan orang yang telah menyebabkan kematian Sultan. Ternyata Sama La'in tak hanya telah menebarkan perangkap di dalam Taman Kenikmatan, tapi juga meminta orang kepercayaan Sultan guna menjaga perangkap yang telah disiapkannya.

DI Taman Kenikmatan, selama bertahun-tahun aku lihat dengan begitu terang bagaimana perangkap yang ditanam Sama La'in mulai memakan Sultan setiap habis menggempur Peranggi di Malaka.

Sudah kulakukan apa yang pantas kulakukan demi keselamatan Sultan sekalipun itu mengkhianatinya. Dengan demikian dia bakal mengganti penjaga taman sekaligus isi taman.

Memang Sultan pada akhirnya mengadili kelancanganku. Dan aku telah siap apabila Sultan memancungku. Maka kuceritakanlah kembali perihal Kura-kura Berjanggut, sandi yang pernah ia gunakan tatkala menggulingkan Barang Sigasoe.

Tapi aku salah sangka. Justru Sultan yang tak memahami kenapa sampai hati aku mengkhianatinya. "Ujud, kau salah jika kaupikir bahwa perang bertahun-tahun dengan Peranggi mengurangi keperkasaanku sehingga penghuni tamanku membutuhkan pejantan selain aku."

Dan, kata Sultan, sebaiknya aku segera meninggalkan Lamuri sebelum malam tiba, sebab, kalau tidak, dia akan membunuhku sebagaimana orang-orang sebelum aku.

Kupilihlah tanah Samari, bandar yang baru saja aku tinggalkan ini, tempat asal-muasal racun Peranggi, untuk mengetahui bagaimana Sama La'in merancang kematian Sultan. Aku berharap suatu waktu nanti aku diberi kesempatan oleh-Nya untuk membalas kematian Sultan.

Azhari, bekerja di Komunitas Tikar Pandan dan menjadi wali di Sekolah Menulis Dokarim, keduanya di Banda Aceh.

>>>>>> kutipan >>>>> Sekalipun begitu rinci para awak kapal pengangkut tanah cempaga menceritakan kematian Sultan Lamuri, seolah-olah mereka itu berada di samping Sultan saat ia melawan ajalnya, sesungguhnya tak ada seorang pun di dunia ini yang lebih tahu daripada aku bagaimana Sama La'in telah menggunakan racun kebahagiaan untuk membunuh Sultan kami perlahan-lahan. <<<<<<<<

(Koran Tempo, 6 April 2008)

Tidak ada komentar: