Selamat Datang!

Mencobalah untuk lebih dekat! Agar semua rasa bisa dilebur, demi meringankan jiwa yang sedang kalut!

Carilah Sesuatu Yang Hilang Itu

Google

01 Mei 2008

Negeri ngeri

Cerpen: A. Adenata

Aku mendengar ada sebuah negeri yang indah. Konon, negeri itu melimpah ruah kekayaan alamnya, tanah subur dan orangnya ramah. Orang bilang tanahnya tanah surga tongkat dan batu jadi tanaman. Penduduknya menyebutnya tanah surga. Pasti, betapa eloknya negeri itu. Aku penasaran ingin singgah dan berkunjung di negeri itu. Tapi di manakah letak itu? Aku hanya mendengar kemasyhuran keelokan alamnya dari mulut ke mulut. Banyak orang menceritakan kemasyhuran negeri itu. Namun, banyak pula yang tidak tahu letaknya. Semakin hari negeri itu semakin masyhur. Aku pun kian penasaran. Kulangkahkan kedua kaki untuk mencari negeri itu.

”Maaf, tahukah Tuan negeri yang termasyhur itu?” tanyaku.

”Oh! Negeri yang kaya-raya, subur dan ramah-tamah orangnya itu ya?” jawab lelaki tua dengan semangatnya.

”Iya Tuan. Di mana letaknya?”

”Oh...Tuan, aku tahu itu. Tapi...aku tidak tahu letaknya.”

Kutinggalkan lelaki tua itu. Kupercepat langkahku. Derai angin kering menampar wajahku. Kepulan debu bertebaran. Awan menggumpal membentuk wajah dengan bibir menyor ke samping seolah sedang meledekku.

”Hai, kawan. Kau jangan mencibirku. Aku pasti bisa menemukan negeri itu!” teriakku, sambil kutengadahkan wajahku ke atas.

Pasti aku akan menemukan negeri itu. Keyakinanku bertambah besar. Kini, aku tidak hanya melangkah, aku berlari dan terus berlari. Gang demi gang kutelusuri, desa ke desa, kota ke kota, lintas daerah, lintas provinsi bahkan lintas negara. Kakiku tak mau berhenti. Aku terus berlari mencari negeri itu.

”Uuh... sudah sampai di mana aku?” lirihku.

Kupandangi sekitarku. Aneh! Sesuatu yang selama ini belum kulihat dalam kehidupanku. Di manakah aku sekarang? Orang-orang berbicara tapi tak mengeluarkan kata, mereka menegur satu dengan yang lainnya namun tak bersuara. Apa ada yang tidak beres denganku? Aku terus berlari.

”Maaf. Sudikah kalian memberitahu di mana negeri yang termasyhur itu?” tanyaku kepada orang-orang yang sedang bergerombol.

Mereka saling pandang kemudian menatapku. Salah satu di antara mereka berjalan mendekatiku, orang itu seperti berkata sesuatu tapi tak ada kata yang keluar dari mulutnya. Aku yakin orang itu mengatakan sesuatu. Ya, aku dapat menangkapnya dari sorotan matanya.

”Tuan. Di manakah negeri itu?”

Mereka semua saling pandang, kemudian saling berbicara layaknya berbicara semestinya, ekspresi wajahnya, gerak tangannya, kedipan matanya, gerak tubuhnya.

”Di mana...? Ah sudahlah, percuma saja jika aku tak paham yang kalian omongkan!” kuhengkangkan kakiku. Aku terus berlari.

Semakin aku berlari, keanehan-keanehan makin sering kujumpai, keanehan itu menggelitikku dan mengusikku. Orang-orang menangis tapi tak mengeluarkan air mata setitik pun. Di manakah aku ini? Apakah ini negeri yang termasyhur itu? Ah...! Tidak mungkin, negeri yang kucari itu adalah negeri yang subur dan penduduknya ramah-ramah. Selama aku tiba di sini, aku belum menemukan ciri-ciri Negeri itu. Aku terus berlari.

Sejak saya berada di daerah ini, saya merasa tidak menjumpai ujung daerah. Aneh...! Lampu-lampu di jalanan menyala di siang bolong. Sinarnya terang bahkan seterang ketika berada di kegelapan. Penasaran makin mendesakku, sebenarnya apa yang terjadi? Apakah ini ilusi atau fantasi atau ini adalah sebuah kenyataan yang tak masuk akal? Ataukah saya sedang masuk dalam dunia gaib? Memang dulu saya pernah diceritakan oleh kakek, bahwa dunia ini ditempati oleh beberapa makhluk, ada manusia, ada jin, ada setan yang suka menggoda manusia. Tapi...tidak mungkin! Semuanya normal-normal saja seperti apa adanya.

Aku terus berlari tanpa henti, aku tak tahu kapan berhenti atau kapan istirahat, yang kutahu hanya berlari mencari negeri tersebut. Tak kusangka akhirnya aku menginjakkan kakiku di ujung wilayah. Indah betul perbatasan ini...! Langit begitu cerah yang berarak awan putih dan udara yang sangat sejuk. Kulangkahkan kakiku dalam beberapa langkah.

Tiba-tiba gelap menyelimuti sekelilingku. Aku melangkah mundur kembali, terang dan udara sejuk kembali menghampiriku. Apakah aku sudah masuk negeri itu? Tapi, mengapa gelap sekali. Ya...mungkin negeri termasyhur itu gelap keadaannya, pikirku. Akhirnya kutekadkan untuk melangkah maju untuk menemukan Negeri itu. Mataku tak bisa melihat apapun, aku terus melangkah tak peduli dengan kegelapan. Ada sesuatu yang merasuk ke dalam relung hatiku. Aku tak mampu menggambarkan apa yang telah masuk dalam diriku. Tiba-tiba aku mampu melihat benda-benda di sekelilingku dengan hati kecilku.

Akupun mampu melihat orang-orang yang sedang berseliweran di hadapanku, tapi bukan dengan mataku, dengan mata batinku.

”Maaf, tahukah Tuan negeri yang termasyhur itu?”

”Kenapa Anda bertanya tentang negeri itu?” jawab seseorang sembari menanya balik.

”Aku ingin melihat negeri itu Tuan!”

”Kenapa?”

”Karena penasaran kemasyhuran negeri itu.”

”Kenapa penasaran?”

”Sebenarnya Tuan tahu nggak letak negeri itu?” tanyaku kesal.

”Maaf Tuan, saya juga mendengar kemasyhuran negeri itu. Saya juga penasaran dengan negeri itu.... Tanya kepada yang lain mungkin tahu.”

“Kalau memang nggak tahu bilang dari tadi...,” gerutu dalam hatiku. Aku melangkah lagi dengan panduan batinku, seolah aku berjalan seperti ketika di keadaan yang terang benderang dan dengan mata telanjang. Kuhampiri seseorang yang sedang duduk santai di lincak depan rumah.

”Maaf, numpang tanya. Tahukah Tuan negeri yang termasyhur itu?”

”Kenapa Anda bertanya tentang Negeri itu?”

”Aku penasaran.”

”Kenapa penasaran?”

”Maaf, tahukah Tuan negeri yang termasyhur itu?”

”Saya juga penasaran dengan Negeri itu. Tapi, kalau mau tanya tentang negeri itu, silakan tanya ke orang lain!”

”Kenapa harus orang lain? Apakah Tuan tidak tahu tentang negeri itu?” desakku.
Ia nyelonong pergi. Begitu aneh penduduk daerah sini, ketika ditanya tentang negeri tersebut mereka bertanya balik, lalu mereka meminta untuk bertanya ke orang lain. Apakah penduduk sini punya masalah dengan negeri itu? Ah... mungkin itu prasangkaku saja.

Aku terus melangkah tak kenal henti. Aku yakin akan menemukan negeri itu. Tuan, bila kau telah membaca tulisan ini! Dan suatu hari kau menemui seseorang yang kebingungan dan ia bertanya kepadamu, tolong beritahu negeri itu! Mungkin, orang yang kau temui di jalan itu adalah aku...

(SOLO POS, 27 April 2008)

Tidak ada komentar: